Kalimat yang menjadi judul artikel ini adalah pertanyaan standar yang sering diajukan kepada Tim Pengelola IJAL. Banyak pihak yang tampak ‘takjub’ saat mendapati sebuah jurnal yang dikelola sebuah UPT yang bermarkas di gedung tua dapat menjadi jurnal terindeks Scopus dengan reputasi Q2. Uniknya, pertanyaan tersebut sering kali mengemuka pula dari rekan sesama pengelola jurnal. Padahal, dalam praktiknya, pengelolaan jurnal di mana pun seyogianya akan sama karena proses dan tahapan suatu penerbitan ilmiah ada standarnya. Sebenarnya tinggal ikuti dan jalankan standar tersebut sebaik-baiknya dengan penuh kesabaran dan dedikasi. Setelahnya, hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha. Maka, dapat kita katakan bahwa ‘usaha’ adalah kata kunci terpenting dalam pengelolaan sebuah jurnal. Sejauh dan sekeras apakah usaha pengelolaan jurnal agar dapat memiliki reputasi yang baik?
Mengelola sebuah jurnal kadang dianggap sebagai pekerjaan yang sepele. Padahal, pada kenyataannya, pengelolaan sebuah jurnal sangat menuntut waktu dan ketekunan. Sebagai ilustrasi, banyak orang yang sudah hidup bertahun-tahun di dalam pagar kampus, namun masih berpikir bahwa mengelola sebuah jurnal cukup hanya bekerja tiga atau enam bulan sekali, sesuai dengan rencana penerbitan per volume. Menurut mereka, jurnal ‘kan terbitnya tiga, empat, atau enam bulan sekali, jadi pekerjaannya sangat ringan dan santai. Benarkah demikian?
Pada praktiknya, Tim Pengelola IJAL bekerja setiap hari. Ya, setiap hari selalu ada pekerjaan yang harus dilakukan di IJAL. Mulai dari pekerjaan-pekerjaan reguler seperti membalas surel-surel yang masuk dan mengelola sistem OJS, hingga pekerjaan-pekerjaan yang berkenaan langsung dengan proses penerbitan seperti menghubungi penulis, reviewer, dan editor. Sebagai gambaran, dalam satu hari, IJAL menerima rata-rata sepuluh sampai dua puluh surel yang masuk dengan kepentingan yang berbeda-beda, mulai dari bertanya tentang syarat penerbitan hingga mempertanyakan hasil review artikel yang dikirimkan. Surel-surel yang masuk juga ditulis dalam berbagai bahasa, baik bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahkan bahasa daerah. Dari urusan mengelola surel-surel saja, sudah berjam-jam waktu yang diperlukan oleh tim pengelola IJAL.
Oleh karena itu, pemikiran bahwa mengelola sebuah jurnal adalah pekerjaan yang santai dan sederhana patut dipertanyakan alasan dan landasannya. Pemikiran-pemikiran semacam itu, apalagi jika muncul dari dalam pagar kampus akan membuat dukungan untuk kegiatan pengelolaan sehari-hari tidak optimal. Kadang kala, anggota tim pengelola harus mengeluarkan uang sendiri untuk membeli pulsa (untuk menghubungi penulis, reviewer, dan editor), beli kuota karena koneksi internet yang kadang tidak terlalu bagus, biaya lembur untuk kerja sampai larut di kantor, dan sebagainya.
Pekerjaan pengelola dapat menjadi lebih rumit ketika dituntut bekerja sendiri (standalone). Sebagai contoh, ada penulis yang kurang kooperatif dalam menjalani proses penerbitan. Penulis hanya menyerahkan file mentah tanpa memperhatikan aturan dan gaya selingkung yang telah dibuat. Kemudian saat pengelola menghubungi, penulis hanya mengatakan “Terserah Bapak, saya ikut gimana baiknya saja”. Perkara seperti ini menempatkan pengelola dalam posisi dilematis. Dalam posisi seperti ini, sering kali pengelola memperbaiki manuskrip tersebut hingga memenuhi syarat. Komunikasi dengan penulis kadang kurang berjalan dengan baik karena penulis hanya menghubungi pengelola mendekati jadwal penerbitan. Ada juga penulis yang hanya tahu bertanya, “kapan artikel saya terbit?”
Kembali ke pertanyaan Bagaimana sebuah Jurnal Terindeks Scopus dikelola? Jawabannya adalah tidak ada bedanya dengan jurnal-jurnal lain dengan standar pengelolaan yang benar. Akan tetapi, bagi tim IJAL, mungkin ada poin lain yang dapat ditambahkan: yakni spirit, dedikasi, dan semangat dalam menjalani pekerjaan pengelolaan jurnal sehari-hari. Spirit untuk mengabdi kepada ilmu pengetahuan, dedikasi untuk berbakti kepada almamater, dan semangat untuk menghasilkan jurnal terbaik dengan standar kualitas yang tinggi. [Mahardhika Zifana]