Resensi Cerita Pendek Mori No Ie oleh Azusa Hori (pemelajar BIPA asal Jepang)

Judul: Mori No Ie (dalam kumpulan cerita pendek Samazama Na Meiro)

Penulis: Hoshi Shinichi

Penerbit: Shinchou Sha

Tahun Terbibt: Agustus 1983

Resensi cerita pendek Mori No Ie dapat diuraikan sebagai berikut.

Hoshi Shinichi, penulis buku ini telah mengeluarkan banyak cerita pendek yang disebut “short-short”. Semboyan dari short-short Hoshi adalah “Dongeng untuk Dewasa”. Ciri khas dari karya Hoshi ini adalah tidak adanya kata benda persona. Dengan kata lain, di short-short Hoshi, nama tempat atau orang yang ada di dunia nyata tidak pernah muncul. Bukan hanya itu, Hoshi tidak pernah memakai angka konkret seperti “1 juta yen”, tetapi memakai ekspresi seperti “uang besar” atau “jumlah uang yang bisa membeli dua kali hidangan mewah”. Teknik ini digunakan Hoshi agar karyanya bisa dibaca tidak tergantung pada daerah, lingkungan masyarakat, atau zaman tertentu. Hoshi menciptakan karya-karya bagus dengan teknik ini seperti “Bokko Chan”, “Ooi Detekoi”, dan “Mai Kokka”. Tentu saja, Mori No Ie ini juga bukan pengecualian sebab di dalam cerpen ini semua karakter tidak punya nama.

Alur cerita ini cukup membingungkan. Suatu hari, seorang pria merampok uang di kota, kemudian sedang kabur ke dalam hutan agar tidak ditangkap polisi. Setelah berjalan selama berjam-jam, dia mulai kelaparan. Saat itu, kebetulan dia menemukan sebuah rumah kecil yang angker. Di rumah itu, ada seorang laki-laki tua yang melamun terus dan terlihat tidak memikirkan apa-apa. Si pria meminta kepada laki-laki tua itu agar dia bisa menginap di rumah itu, sambil memperlihatkan uang yang tadi dirampoknya. Akan tetapi, laki-laki itu berkata bahwa dia tidak perlu uang, sambil memperlihatkan banyak uang yang ada di dalam kotak kayu. Katanya, menyimpan uang sebanyak itu di rumah juga tidak apa-apa, karena orang-orang percaya bahwa rumah itu terkutuk dan laki-laki itu adalah penghuni rumah itu sejak lampau, jadi tidak ada yang mau mendekatinya. Setelah mendengarkan cerita itu, si pria memikirkan untuk membunuh laki-laki tua itu, kemudian merampok uang dan rumahnya, mumpung sudah terlanjur menjadi penjahat. Ketika si pria mencekik leher laki-laki itu untuk membunuhnya, laki-laki itu hanya berkata “Yang terkutuk itu bukan rumah, tapi aku. Selanjutnya, kamu yang…”. Setelah si pria membunuhnya, setiap hari dia terlihat makin tua, sehingga penampilannya menjadi persis sama dengan penampilan laki-laki tua yang sudah dibunuhnya. Walaupun dia sudah menjadi tua, dia tidak sakit dan mati. Akhirnya dia memahami maksud dari perkataan laki-laki tua itu sebelum dibunuh, dan menyadari bahwa laki-laki tua itu juga dulu melakukan hal yang sama. Jadi, dia sekarang harus menunggu orang yang sama seperti mereka berdua.

Cerita ini mempunyai suasana yang agak gelap dari awal sampai akhir, tetapi menarik untuk dibaca karena alurnya susah ditebak. Adegan di mana si pria menua sedikit demi sedikit dan lama kelamaan menjadi persis sama seperti laki-laki tua baik dari segi penampilan maupun mental itu ditulis dengan detail sehingga rasa putus asanya tersampaikan kepada pembaca juga. Selain itu, pada bagian awal cerita ini, ada beberapa kalimat yang kita tidak bisa paham sepenuhnya, tetapi kita baru bisa mengerti apa yang dimaksud dalam kalimat itu pada bagian akhir cerita. Teknik ini membuat kita ingin membaca cerita ini lagi dari awal. Seperti cerita pendek ini, karya-karya Hoshi yang lain juga sangat menarik untuk dibaca karena mengandung banyak gaya bahasa yang unik dan teknik yang luar biasa.

 

Ditulis oleh: Azusa Hori (pemelajar BIPA asal Jepang)