Anda seorang dosen, peneliti, atau mahasiswa pascasarjana? Jika jawabannya iya, maka Anda tentu sudah memahami urgensi dari penulisan karya tulis berdasarkan standar ilmiah. Anda pun tentu telah mafhum dengan derajat ilmiah pada artikel yang dimuat di jurnal terindeks Scopus.
Banyak kalangan beranggapan bahwa menulis artikel untuk dimuat di jurnal terindeks Scopus itu tidak mudah. Ada banyak tahapan dan revisi yang harus dilalui hingga satu manuskrip dapat diterima dan kemudian dipublikasikan. Bahkan, sebagaimana dialami oleh Tim IJAL sendiri, tidak sedikit manuskrip yang sudah ditolak sebelum diperiksa.
Walau demikian, Anda tidak perlu khawatir. Anda dapat mempelajari teknik-teknik penulisan dan submission manuskrip dari berbagai sumber. Selain belajar dari pengalaman sesama penulis manuskrip. Anda juga dapat belajar dari perspektif tim pengelola jurnal terindeks Scopus seperti IJAL.
Sifat pantang menyerah mungkin dapat menjadi modal utama dalam usaha memublikasikan tulisan di jurnal terindeks Scopus. Ada beberapa penulis manuskrip yang menyerah saat tulisannya ditolak oleh jurnal. Padahal, penolakan bukanlah segalanya. Tim IJAL sendiri menyaksikan ada beberapa penulis yang tidak patah arang saat manuskripnya ditolak. Mereka terus berusaha memperbaiki hasil tulisan mereka berkali-kali, hingga akhirnya manuskrip mereka lolos dan terbit di jurnal terindeks Scopus.
Dalam suatu kegiatan simposium pengelola jurnal, Tim IJAL pernah menemukan seorang penulis yang selama 8 tahun melakukan submission untuk satu manuskrip ke 12 jurnal yang berbeda dan selalu ditolak. Walau demikian, dia selalu berpikir positif dan tetap yakin dengan kemampuan dan kualitas penelitiannya.
Pada setiap penolakan yang didapatinya, dia mempelajari setiap diktum yang menjadi dasar penolakan manuskripnya, kemudian memperbaiki manuskripnya, sebelum kembali melakukan submission untuk manuskrip tersebut ke pengelola jurnal lain. Dalam hal ini, kesabaran dan keberterimaan terhadap kritik orang lain merupakan modal berharga selanjutnya. Kedua hal tersebut sangat penting, karena Tim IJAL sendiri sering mendapati penulis yang tidak mau menerima masukan atau kritik dari hasil penilaian reviewer dan editor. Alih-alih memikirkan dan memperbaiki manuskripnya, atau memberikan jawaban yang argumentatif untuk masukan dan kritik yang diterimanya, sang penulis malah tidak memberikan respons balik, kemudian mengeluhkan apa yang dia alami. Tidak jarang, keluhan tersebut disertai pula dengan kata atau kalimat yang menjelek-jelekkan pengelola jurnal. Padahal, sebuah jurnal terindeks Scopus tentunya dikelola dengan standar operasional pengelolaan yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga, segala produk yang dikeluarkan dari pengelolaan jurnal tersebut dapat dipastikan reliabilitasnya.
Kembali ke pertanyaan yang menjadi judul tulisan ini, apakah menunggu publikasi di jurnal terindeks Scopus itu lama? Tim IJAL tidak akan menjawab pertanyaan tersebut secara sederhana dengan ya atau tidak, karena memberikan jawaban hitam-putih seperti itu mengabaikan kompleksitas persoalan yang melandasi pertanyaannya. Mungkin bahkan ada orang yang sudah mengambil simpulan lebih dulu sebelum pertanyaan ini dimunculkan. Pada intinya, Tim IJAL mengajak pembaca untuk memahami kenapa pertanyaan di atas mengemuka. Lama dan sebentar adalah bilangan kualitatif yang sangat subjektif.
Saat bertemu dengan penulis manuskrip yang menanti 8 tahun hingga tulisannya dimuat, sang penulis menganggap bahwa waktu 8 tahun yang dilaluinya itu bukan apa-apa jika dibandingkan dengan segala ilmu penulisan jurnal yang diperolehnya selama 8 tahun itu. Dia merasa banyak belajar selama 8 tahun itu. Dia belajar bagaimana metodologi dan landasan teori dapat memengaruhi kualitas dan derajat keilmiahan suatu manuskrip. Dia juga belajar bagaimana menghadapi kritik-kritik yang kadang disampaikan dengan bahasa-bahasa keras. Dia juga belajar soal manajemen penulisan dan submission. Menurutnya, semua itu tak ternilai dengan uang maupun waktu.
Di sisi lain, Tim IJAL juga pernah menghadapi penulis yang ‘kalap’ saat menganggap bahwa submission-nya di IJAL sangat lama. Padahal penulis yang bersangkutan baru memasukkan artikelnya selama satu bulan. Sang penulis yang ini tidak mau tahu dengan manajemen pengelolaan manuskrip yang harus melalui beberapa tahap sebelum masuk ke tahap editing dan akhirnya publishing. Segala yang dia tahu adalah bahwa Saya harus segera menerbitkan artikel saya atau Tolong segera terbitkan artikel jurnal saya (ini adalah kutipan-kutipan langsung dari penulis-penulis dimaksud).
Pada akhirnya, jawaban untuk pertanyaan yang menjadi judul tulisan ini, apakah menunggu publikasi di jurnal terindeks scopus itu lama? Kembali kepada Anda sebagai penulis manuskrip. Anda sendiri yang dapat menjawabnya, sebagaimana halnya Anda dapat memilih untuk menjadi jenis penulis pertama atau kedua dalam fragmen cerita pada dua paragraf di atas. Sekian. [Mahardhika Zifana]