Awam seringkali beranggapan bahwa orang yang menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran akan dengan sendirinya bisa menerjemah dengan baik. Benarkah demikian?
Ternyata tidak, karena selain menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran, seorang penerjemah ternyata juga dituntut untuk menguasai sekurang-kurangnya 11 kompetensi lain agar betul-betul bisa menjadi penerjemah yang baik dan profesional. Pada artikel ini kita akan membahas tiga dari kompetensi itu. Kompetensi-kompetensi lain akan kita bahas pada artikel selanjutnya.
- Kompetensi Interlinguistik
Kompetensi interlinguistik adalah kesadaran bahwa bahasa sumber dan bahasa sasaran adalah dua sistem yang berbeda secara sistaksis, leksikal, maupun stilistik. Dalam bahasa Prancis, misalnya, semua nomina (kata benda) memiliki gender (jenis kelamin) dan gender itu harus secara konsisten diterapkan dalam artikel, adjektiva dan verba yang berhubungan dengan nomina itu, sementara dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, nomina umumnya tidak mempunyai gender dan tidak ‘mendikte’ penggunaan artikel, adjektiva, dan verba yang terkait dengannya. Ilustrasinya dapat dilihat dalam contoh berikut ini:
Bahasa Prancis | Bahasa Indonesia | Bahasa Inggris |
Le fruit est grand et vert. | Buahnya besar dan hijau. | The fruit is big and green. |
La maison est grande et verte. | Rumahnya besar dan berwarna hijau. | The house is big and green. |
Setiap bahasa memiliki keunikannya masing-masing. Seorang penerjemah profesional memiliki kesadaran yang baik tentang perbedaan-perbedaan sistemik dalam pasangan bahasa kerjanya sehingga dia bisa mengalihkan pesan dari dan ke bahasa-bahasa itu dengan akurat dan cermat.
- Kompetensi Mengalihkan Pesan
Proses pengalihan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran tidak terjadi begitu saja (baca – pahami – terjemahkan). Seorang penerjemah profesional perlu mempertimbangkan jenis teks, tujuan penerjemahan, dan target pembaca teks yang diterjemahkannya agar dia dapat menentukan teori, metode, dan strategi mana yang akan dia aplikasikan untuk melakukan proses penerjemahan. Inilah yang disebuat sebagai kompetensi mengalihkan pesan.
Secara umum, teks sastra, misalnya harus diterjemahkan dengan cara yang berbeda dengan teks akademik. Teks akademik dengan sasaran pembaca siswa sekolah dasar atau sekolah menengah pertama juga memerlukan strategi penerjemahan yang berbeda dengan teks yang ditujukan untuk mahasiswa atau profesional di bidang kajian akademik tertentu.
Seorang penerjemah profesional memiliki kompetensi ini, sehingga ketika menerjemahkan dia tidak hanya mengalihbahasakan kata-kata dari teks bahasa sumber ke bahasa pesan, melainkan mengalihkan pesan yang terkandung di dalamnya sesuai dengan jenis teks, tujuan penerjemahan, dan sasaran pembaca dari hasil terjemahannya itu.
- Kompetensi Tekstual
Kompetensi tekstual berkaitan erat dengan kompetensi mengalihkan pesan. Kalau dalam kompetensi mengalihkan pesan ada unsur pertimbangan jenis teks, maka salah satu hal yang menjadi perhatian penerjemah adalah bahwa setiap teks memiliki konvensi genre yang berbeda. Oleh karena itu, ragam dan gaya bahasa yang digunakan dalam setiap jenis teks tentu berbeda juga. Penerjemah profesional yang telah lama menekuni penerjemahan teks akadamik dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris (dan sebaliknya), misalnya, akan tahu bahwa gaya bahasa teks akademik bahasa Indonesia umumnya lebih wordy dibandingkan dengan teks akademik bahasa Inggris. Oleh karena itu, dia akan menggunakan metode dan strategi yang sesuai untuk penerjemahan teks akademik dari dan ke bahasa-bahasa itu agar hasil terjemahannya akurat namun tetap enak dibaca dan memenuhi konvensi yang berlaku di masing-masing bahasa untuk jenis teks itu. [Eki Qushay Akhwan]
(Bersambung)